BAB I
PENDAHULUAN
Seni
Kontemporer adalah salah satu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi. Kontemporer
itu artinya kekinian, modern
atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini; jadi seni kontemporer
adalah seni yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang
sesuai zaman sekarang. Lukisan
kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi
waktu yang sedang dilalui. Misalnya lukisan yang tidak lagi terikat pada Rennaissance. Begitu pula dengan tarian, lebih kreatif dan modern.
Kata
“kontemporer” yang berasal dari kata “co” (bersama) dan “tempo” (waktu).
Sehingga menegaskan bahwa seni kontemporer adalah karya yang secara tematik
merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui. Atau pendapat yang mengatakan
bahwa “seni rupa kontemporer adalah seni yang melawan tradisi modernisme Barat”.
Ini sebagai pengembangan dari wacana pascamodern (postmodern art) dan pascakolonialisme yang berusaha membangkitkan wacana pemunculan indegenous
art (seni pribumi). Atau khasanah seni lokal yang menjadi tempat tinggal
(negara) para seniman.
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah penulisan dari makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui Pengertian seni kontemporer.
2. Untuk mengetahui seni kontemporer dan postmodern.
3. Untuk mengetahui Perkembangan seni
kontemporer Indonesia.
4. Untuk mengetahui Contoh pameran seni
kontemporer.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
SENI KONTEMPORER
Seni
Kontemporer adalah salah satu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi. Kontemporer
itu artinya kekinian, modern
atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini; jadi seni kontemporer
adalah seni yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang
sesuai zaman sekarang. Lukisan
kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi
waktu yang sedang dilalui. Misalnya lukisan yang tidak lagi terikat pada Rennaissance. Begitu pula dengan tarian, lebih kreatif dan modern.
Kata
“kontemporer” yang berasal dari kata “co” (bersama) dan “tempo” (waktu).
Sehingga menegaskan bahwa seni kontemporer adalah karya yang secara tematik
merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui. Atau pendapat yang mengatakan
bahwa “seni rupa kontemporer adalah seni yang melawan tradisi modernisme Barat”.
Ini sebagai pengembangan dari wacana pascamodern (postmodern art) dan pascakolonialisme yang berusaha membangkitkan wacana pemunculan indegenous
art (seni pribumi). Atau khasanah seni lokal yang menjadi tempat tinggal
(negara) para seniman.
Secara awam seni kontemporer bisa diartikan sebagai berikut:
- Tiadanya sekat antara berbagai disiplin seni, alias meleburnya
batas-batas antara seni lukis,
patung, grafis, kriya, teater, tari, musik, anarki, omong kosong, hingga
aksi politik.
- Punya gairah dan nafsu "moralistik" yang
berkaitan dengan matra sosial
dan politik sebagai tesis.
- Seni yang cenderung diminati media massa untuk
dijadikan komoditas
pewacanaan, sebagai aktualitas berita yang fashionable.
B.
Seni
kontemporer dan seni posmodern
Kaitan
seni kontemporer dan (seni) postmodern, menurut pandangan Yasraf Amir Piliang, pemerhati seni, pengertian seni kontemporer adalah seni
yang dibuat masa kini, jadi berkaitan dengan waktu. Sedangkan seni postmodern
adalah seni yang mengumpulkan idiom-idiom baru. Lebih jelasnya dikatakan bahwa
tidak semua seni masa kini (kontemporer) itu bisa dikategorikan sebagai seni
posmodern, seni posmodern sendiri di satu sisi memberi pengertian, memungut
masa lalu tetapi di sisi lain juga melompat kedepan (bersifat futuris).
C.
Perkembangan
seni kontemporer Indonesia
Dalam
seni rupa Indonesia,
istilah kontemporer muncul awal 70-an, ketika Gregorius Sidharta
menggunakan istilah kontemporer untuk menamai pameran seni
patung pada waktu itu. Suwarno Wisetrotomo, seorang pengamat seni rupa, berpendapat bahwa seni
rupa kontemporer pada konsep dasar
adalah upaya pembebasan dari kontrak-kontrak penilaian yang sudah baku atau
mungkin dianggap usang.
Konsep
modernisasi telah merambah semua bidang seni ke arah kontemporer ini. Paling
menyolok terlihat di bidang tari dan seni
lukis. Seni tari tradisional
mulai tersisih dari acara-acara televisi dan hanya ada di acara yang bersifat upacara atau seremonial saja.
Seperti
diungkapkan Humas Pasar
Tari Kontemporer di Pusat Latihan Tari (PLT) Sanggar Laksamana Pekanbaru yang tidak hanya diminati para koreografer tari dalam negeri tetapi juga koreografer tari asing yang
berasal dari luar negeri. Sebanyak 18 koreografer tari baik dari dalam maupun
luar negeri menyatakan siap unjuk kebolehan dalam pasar tari kontemporer
tersebut. "Para koreografer sudah tiba di Pekanbaru, mereka menyatakan
siap unjuk kebolehan dalam pasar tari itu," ujar Humas Pasar Tari
Kontemporer, Yoserizal Zen di Pekanbaru[1].
Lukisan kontemporer semakin melejit seiring dengan meningkatnya konsep hunian minimalis, terutama di kota-kota besar. Seperti diungkapkan oleh
seniman lukis kontemporer Saptoadi Nugroho dari galeri Tujuh
Bintang Art Space Yogyakarta, "Lukisan kontemporer semakin diminati seiring dengan
merebaknya konsep perumahan minimalis terutama di kota-kota besar. Akan sulit
diterima bila kita memasang lukisan pemandangan, misalnya sedangkan interior
ruangannya berkonsep modern."
D.
CONTOH PAMERAN SENI KONTEMPORER
Hal
yang senada diungkap oleh kolektor lukisan kontemporer, "Saya mengoleksi lukisan karena
mencintai karya seni. Kalaupun nilainya naik, itu bonus," kata Oei
Hong Djien, kolektor dan kurator lukisan ternama dari Magelang. Begitu juga Biantoro Santoso, kolektor lukisan sekaligus pemilik Nadi Gallery.
"Saya membeli karena saya suka. Walaupun harganya tidak naik, tidak
masalah," timpalnya.
Oei
dan Biantoro tak pernah menjual koleksinya. Oei memilih untuk memajang lebih
dari 1.000 bingkai lukisannya di museum pribadinya. Karya-karya besar dari Affandi, Basuki
Abdullah, Lee
Man Fong, Sudjojono, Hendra
Gunawan, dan Widayat terpampang di sana bersama karya-karya pelukis muda.
Pendapat
lain dari Yustiono, staf pengajar FSRD ITB, melihat bahwa seni rupa kontemporer di Indonesia tidak
lepas dari pecahnya isu posmodernisme (akhir 1993 dan awal 1994), yang menyulut perdebatan dan
perbincangan luas baik di seminar-seminar maupun di media massa pada waktu itu.
“Terutama untuk lukisan yang ngga malu-maluin
lah. Senimannya mempunyai pencitraan yang jelas serta wacana yang baik pula
terhadap karya-karya yang diciptakannya,” kata Saptoadi, Sabtu (29/5) di Tujuh
Bintang Art Space.
Lukisan "Aku Di Depan" karya Wayan Paramartha.Kelompok 10 Fine Art ini, menurut Saptoadi, secara personal, karyanya menarik untuk dijadikan wacana dalam pameran ini. Kekuatan 10 Fine Art dalam berkarya relatid stabil,a rtinya mereka mempunyai daya tarik masing-masing. Kelompok 10 Fine Art mempunyai identitas penciptaan karya seni masing-masing walaupun sering sekali bersinggungan satu sama lain karena entitas komunitasnya yang sama: Sanur, Bali.
Sepuluh
perupa anggota kelompok 10 Fine Art ini adalah Aa Ngurah Paramartha, I.B Putu
Purwa, I Ketut Teja Astawa, I Made Budiadnyana, I Made ‘Dollar’ Astawa, I Made
‘Romi’ Sukadana, I Wayan ‘Anyon’Muliastra, I Wayan ‘Apel’ Wayan Paramartha, V
Dedy Reru.
Kelompok
10 Fine Art memamerkan 30 karya lukis dengan berbagai nuansa seperti realis
hingga abstrak. Selain goresan cat akrilik, mereka juga menampilkan seni
gambar (drawing). Menurut kurator “Ten Made”, Arif Bagus Prasetyo, keragaman
ekspresi estetik para perupa 10 Fine Art menampilkan situasi kehidupan sosial
Sanur Bali.
IB
Putu Purwa memamerkan karya lukisnya "Gerak 1,2,3"
Gaya
hidup Sanur yang kosmopolitan, lokalisasi pelacuran serta kafe remang-remang
berdampingan dengan suasana malam nan syahdu serta mistis. Sanur mencampur yang
tradisional dan yang modern, yang luhur dan yang mesum yang sakral dan yang
profan.
Arif
Bagus Prasetyo melihat, kendati membawa ragam tema, gaya maupun teknik,
kreatifitas seniman 10 Fine Art, secara tersirat merefleksikan dampak gempuran
gelombang tsunami globalisasi yang menyapu pantai Sanur dan Bali itu sendiri.
Budaya tradisional Bali di Sanur memang masih bertahan tapi sekaligus terancam
karena semakin sulut diadaptasikan dengan tuntutan pragmatis kehidupan modern.
“Dan
juga harus bersaing dengan berbagai pengaruh budaya kontemporer sejagad yang
fleksibel, seksi dan profitable,” ujar kurator yang selalu mendampingi setiap
pameran kelompok 10 Fine Art ini.
Lukisan berjudul "Smoking" karya I Made
"Romi" Sukadana.Dampak perubahan sosio-kultural yang menjadi fokus
perhatian kelompok 10 Fine Art ini adalah problem identitas yang timbul dari
situasi sengkarut aneka budaya, gaya hidup yang berebut ruang di Sanur sehingga
Sanur menjelma menjadi “wilayah tak bertuan”.
“Atau
dengan kata lain Sanur telah menjadi medan gegar identitas dimana subyek baik
individu maupun kolektif tidak lagi dapat dipastikan posisinya,
terombang-ambing tak menentu dalam disorientasi bahkan depresi,” jelas Arif
Bagus Prasetyo.
Benturan budaya itu dihadirkan
perupa 10 Fine Art dengan psikologi berbeda. Ada yang rileks, ada yang tegang.
Namun semua sama-sama menyuarakan kritisisme terhadap badai perubahan yang
melanda lingkungan sosio-kultural kontemporer.
V Dedy Reru hadir dengan lukisan berseri tentang The
Beatles. Salah satunya dalam karya " John Lennon&Friends #8"Made
“Dollar’ Astawa menghadirkan sisi kelam pariwisata Sanur yang berdiri diatas
fenomena obyektifikasi dan komodifikasi perempuan. Subyek perempuan dari pusat
fantasi seksual dan menggantinya dengan citra buah-buahan tertentu yang
berkonotasi erotis.
Erotisisme
tidak lagi terisolasi pada tubuh perempuan, khususnya karakter fisik tertentu
yang dianggap ideal dan membakar syahwat, namun muncul dari efek permainan
tanda. Karya akrilik dalam kanvas berjudul “I Love This” yang menggambarkan
wanita berpakaian dan berpose erotis sementara didekatnya ada sebuah pisang
berwarna kuning adalah salah satu karya yang mewakili subyek perempuan dan
citra buah-buahan itu.
Ada
lagi Wayan Paramartha yang mempersoalkan identitas etnis Bali melalui ekspose
citra fotografis perempuan Bali yang berperan penting melambungkan citra Bali
sebagai surga eksotis dan erotis sejak dekade awal abad 20-an. Ada optimismes
bahawa budaya Bali akan tetap lestari namun ada pula pesimisme budaya
tradisional Bali tidak relevan lagi dengan kemajuan jaman.
Lukian berjudul " Menari Dalam Api" karya I Wayan
Apel Hendrawan. Menghadirkan problem identitas budaya Bali yang selalu terkoyak
agresi dari luar.
Maka
melalui lukisan berjudul “Aku Didepan”, Wayan Paramartha menghadirkan persoalan
emansipasi identitas etnis Bali yang perlu dipersenjatai dengan ilmu
pengetahuan modern. Lukisan “Aku Didepan” menghadirkan lukisan penari Bali yang
bertelanjang dengan menggenggam pistol.
Anggota
lain, V. Dedy Reru dan Made Budy Adnyana justru melepaskan diri dari
bayang-bayang identitas etnis maupun identitas nasional. Made Budi Adnyana
menghadirkan konsistensi berkarya di jalur seni lukis abstrak—satu-satunya
kelompok 10 Fine Art—melalui karya-kary bergaya kubisme analitis (model yang
dikembangkan Georges Braque dan Lyonel Feininger.
Sementara
V Dedy Reru adalah satu-satunya perupa non Bali anggota 10 Fine Art, yang
menampilkan karya lukis yang menjelajahi fenomena musik pop Barat
khususunya grup legendaris The Beatles.Berbagai citraan pada kanvasnya
diciptakan dengan perpaduan efek fotografis dan seni gambar (drawing).
Figur-figur yang diciptakan memang tampak jelas namun juga menghantui
(phantasmagoric), menghuni dunia-ambang diantara mimpi dan realitas; sebuah
metafora visual tentang kekuatan halusiogenik budaya massa.
Karya-karya
lukis yang dipamerkan kelompok 10 Fine Art, dimaknai oleh Arif Bagus Prasetyo
adalah karya seni sejati yang berasal dari ekspresi yang otentik juga merupakan
identitas kreatif personal unik: lahir dari rasa, karsa sert ahasta sendiri. (The
Real Jogja/joe) Salah satu karya abstrak I Made Budiadyana berjudul
"Potret Keluarga".
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan Seni Kontemporer dapat diartikan sebagai salah satu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi. Kontemporer
itu artinya kekinian, modern
atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini; jadi seni kontemporer
adalah seni yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang
sesuai zaman sekarang. Lukisan
kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi
waktu yang sedang dilalui. Misalnya lukisan yang tidak lagi terikat pada Rennaissance. Begitu pula dengan tarian, lebih kreatif dan modern.
Dan
Dalam seni rupa Indonesia, istilah kontemporer muncul awal 70-an, ketika Gregorius Sidharta
menggunakan istilah kontemporer untuk menamai pameran seni
patung pada waktu itu. Suwarno Wisetrotomo, seorang pengamat seni rupa, berpendapat bahwa seni
rupa kontemporer pada konsep dasar
adalah upaya pembebasan dari kontrak-kontrak penilaian yang sudah baku atau
mungkin dianggap usang.
B.SARAN
Saran
kami untuk penyajian makalah yang mencakup seni rupa kontemporer dimana
seharusnya materi yang disajikan lebih lengkap ,namun hal tersebut dikarnakan
kurangnya materi yang ada dimedia-media .dan semoga dengan adanya makalah ini
kita dapat mengetahui segalah sesuatu yang ada didalam makalah ini .
DAFTAR PUSTAKA
ini linknya mati atau signal saya yang lagi soak kok gambarnya ga muncul ;-(
ReplyDelete