3.09.2013

SEJARAH SENI KONTEMPORER


BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Seni Kontemporer adalah salah satu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi. Kontemporer itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini; jadi seni kontemporer adalah seni yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman sekarang. Lukisan kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui. Misalnya lukisan yang tidak lagi terikat pada Rennaissance. Begitu pula dengan tarian, lebih kreatif dan modern.
Kata “kontemporer” yang berasal dari kata “co” (bersama) dan “tempo” (waktu). Sehingga menegaskan bahwa seni kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui. Atau pendapat yang mengatakan bahwa “seni rupa kontemporer adalah seni yang melawan tradisi modernisme Barat”. Ini sebagai pengembangan dari wacana pascamodern (postmodern art) dan pascakolonialisme yang berusaha membangkitkan wacana pemunculan indegenous art (seni pribumi). Atau khasanah seni lokal yang menjadi tempat tinggal (negara) para seniman.

B.      RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah penulisan dari makalah ini adalah
1.       Untuk mengetahui Pengertian seni kontemporer.
2.      Untuk mengetahui seni kontemporer dan postmodern.
3.       Untuk mengetahui Perkembangan seni kontemporer Indonesia.
4.       Untuk mengetahui Contoh pameran seni kontemporer.






















BAB II
PEMBAHASAN

A.   PENGERTIAN SENI KONTEMPORER
Seni Kontemporer adalah salah satu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi. Kontemporer itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini; jadi seni kontemporer adalah seni yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman sekarang. Lukisan kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui. Misalnya lukisan yang tidak lagi terikat pada Rennaissance. Begitu pula dengan tarian, lebih kreatif dan modern.
Kata “kontemporer” yang berasal dari kata “co” (bersama) dan “tempo” (waktu). Sehingga menegaskan bahwa seni kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui. Atau pendapat yang mengatakan bahwa “seni rupa kontemporer adalah seni yang melawan tradisi modernisme Barat”. Ini sebagai pengembangan dari wacana pascamodern (postmodern art) dan pascakolonialisme yang berusaha membangkitkan wacana pemunculan indegenous art (seni pribumi). Atau khasanah seni lokal yang menjadi tempat tinggal (negara) para seniman.
Secara awam seni kontemporer bisa diartikan sebagai berikut:
  1. Tiadanya sekat antara berbagai disiplin seni, alias meleburnya batas-batas antara seni lukis, patung, grafis, kriya, teater, tari, musik, anarki, omong kosong, hingga aksi politik.
  2. Punya gairah dan nafsu "moralistik" yang berkaitan dengan matra sosial dan politik sebagai tesis.
  3. Seni yang cenderung diminati media massa untuk dijadikan komoditas pewacanaan, sebagai aktualitas berita yang fashionable.
B.   Seni kontemporer dan seni posmodern
Kaitan seni kontemporer dan (seni) postmodern, menurut pandangan Yasraf Amir Piliang, pemerhati seni, pengertian seni kontemporer adalah seni yang dibuat masa kini, jadi berkaitan dengan waktu. Sedangkan seni postmodern adalah seni yang mengumpulkan idiom-idiom baru. Lebih jelasnya dikatakan bahwa tidak semua seni masa kini (kontemporer) itu bisa dikategorikan sebagai seni posmodern, seni posmodern sendiri di satu sisi memberi pengertian, memungut masa lalu tetapi di sisi lain juga melompat kedepan (bersifat futuris).
C.   Perkembangan seni kontemporer Indonesia
Dalam seni rupa Indonesia, istilah kontemporer muncul awal 70-an, ketika Gregorius Sidharta menggunakan istilah kontemporer untuk menamai pameran seni patung pada waktu itu. Suwarno Wisetrotomo, seorang pengamat seni rupa, berpendapat bahwa seni rupa kontemporer pada konsep dasar adalah upaya pembebasan dari kontrak-kontrak penilaian yang sudah baku atau mungkin dianggap usang.
Konsep modernisasi telah merambah semua bidang seni ke arah kontemporer ini. Paling menyolok terlihat di bidang tari dan seni lukis. Seni tari tradisional mulai tersisih dari acara-acara televisi dan hanya ada di acara yang bersifat upacara atau seremonial saja.


Seperti diungkapkan Humas Pasar Tari Kontemporer di Pusat Latihan Tari (PLT) Sanggar Laksamana Pekanbaru yang tidak hanya diminati para koreografer tari dalam negeri tetapi juga koreografer tari asing yang berasal dari luar negeri. Sebanyak 18 koreografer tari baik dari dalam maupun luar negeri menyatakan siap unjuk kebolehan dalam pasar tari kontemporer tersebut. "Para koreografer sudah tiba di Pekanbaru, mereka menyatakan siap unjuk kebolehan dalam pasar tari itu," ujar Humas Pasar Tari Kontemporer, Yoserizal Zen di Pekanbaru[1].
Lukisan kontemporer semakin melejit seiring dengan meningkatnya konsep hunian minimalis, terutama di kota-kota besar. Seperti diungkapkan oleh seniman lukis kontemporer Saptoadi Nugroho dari galeri Tujuh Bintang Art Space Yogyakarta, "Lukisan kontemporer semakin diminati seiring dengan merebaknya konsep perumahan minimalis terutama di kota-kota besar. Akan sulit diterima bila kita memasang lukisan pemandangan, misalnya sedangkan interior ruangannya berkonsep modern."


D.   CONTOH PAMERAN SENI KONTEMPORER
Hal yang senada diungkap oleh kolektor lukisan kontemporer, "Saya mengoleksi lukisan karena mencintai karya seni. Kalaupun nilainya naik, itu bonus," kata Oei Hong Djien, kolektor dan kurator lukisan ternama dari Magelang. Begitu juga Biantoro Santoso, kolektor lukisan sekaligus pemilik Nadi Gallery. "Saya membeli karena saya suka. Walaupun harganya tidak naik, tidak masalah," timpalnya.
Oei dan Biantoro tak pernah menjual koleksinya. Oei memilih untuk memajang lebih dari 1.000 bingkai lukisannya di museum pribadinya. Karya-karya besar dari Affandi, Basuki Abdullah, Lee Man Fong, Sudjojono, Hendra Gunawan, dan Widayat terpampang di sana bersama karya-karya pelukis muda.
Pendapat lain dari Yustiono, staf pengajar FSRD ITB, melihat bahwa seni rupa kontemporer di Indonesia tidak lepas dari pecahnya isu posmodernisme (akhir 1993 dan awal 1994), yang menyulut perdebatan dan perbincangan luas baik di seminar-seminar maupun di media massa pada waktu itu.

 “Terutama untuk lukisan yang ngga malu-maluin lah. Senimannya mempunyai pencitraan yang jelas serta wacana yang baik pula terhadap karya-karya yang diciptakannya,” kata Saptoadi, Sabtu (29/5) di Tujuh Bintang Art Space.

Lukisan "Aku Di Depan" karya Wayan Paramartha.Kelompok 10 Fine Art ini, menurut Saptoadi, secara personal, karyanya menarik untuk dijadikan wacana dalam pameran ini. Kekuatan 10 Fine Art dalam berkarya relatid stabil,a rtinya mereka mempunyai daya tarik masing-masing. Kelompok 10 Fine Art mempunyai identitas penciptaan karya seni masing-masing walaupun sering sekali bersinggungan satu sama lain karena entitas komunitasnya yang sama: Sanur, Bali.

Sepuluh perupa anggota kelompok 10 Fine Art ini adalah Aa Ngurah Paramartha, I.B Putu Purwa, I Ketut Teja Astawa, I Made Budiadnyana, I Made ‘Dollar’ Astawa, I Made ‘Romi’ Sukadana, I Wayan ‘Anyon’Muliastra, I Wayan ‘Apel’ Wayan Paramartha, V Dedy Reru.
Kelompok 10 Fine Art memamerkan 30 karya lukis dengan berbagai nuansa seperti realis hingga abstrak. Selain goresan cat akrilik, mereka juga menampilkan  seni gambar (drawing). Menurut kurator “Ten Made”, Arif Bagus Prasetyo, keragaman ekspresi estetik para perupa 10 Fine Art menampilkan situasi kehidupan sosial Sanur Bali.

IB Putu Purwa memamerkan karya lukisnya "Gerak 1,2,3"
Gaya hidup Sanur yang kosmopolitan, lokalisasi pelacuran serta kafe remang-remang berdampingan dengan suasana malam nan syahdu serta mistis. Sanur mencampur yang tradisional dan yang modern, yang luhur dan yang mesum yang sakral dan yang profan.
Arif Bagus Prasetyo melihat, kendati membawa ragam tema, gaya maupun teknik, kreatifitas seniman 10 Fine Art, secara tersirat merefleksikan dampak gempuran gelombang tsunami globalisasi yang menyapu pantai Sanur dan Bali itu sendiri. Budaya tradisional Bali di Sanur memang masih bertahan tapi sekaligus terancam karena semakin sulut diadaptasikan dengan tuntutan pragmatis kehidupan modern.



“Dan juga harus bersaing dengan berbagai pengaruh budaya kontemporer sejagad yang fleksibel, seksi dan profitable,” ujar kurator yang selalu mendampingi setiap pameran kelompok 10 Fine Art ini.
Lukisan berjudul "Smoking" karya I Made "Romi" Sukadana.Dampak perubahan sosio-kultural yang menjadi fokus perhatian kelompok 10 Fine Art ini adalah problem identitas yang timbul dari situasi sengkarut aneka budaya, gaya hidup yang berebut ruang di Sanur sehingga Sanur menjelma menjadi “wilayah tak bertuan”.
“Atau dengan kata lain Sanur telah menjadi medan gegar identitas dimana subyek baik individu maupun kolektif tidak lagi dapat dipastikan posisinya, terombang-ambing tak menentu dalam disorientasi bahkan depresi,” jelas Arif Bagus Prasetyo.

Benturan budaya itu dihadirkan perupa 10 Fine Art dengan psikologi berbeda. Ada yang rileks, ada yang tegang. Namun semua sama-sama menyuarakan kritisisme terhadap badai perubahan yang melanda lingkungan sosio-kultural kontemporer.

V Dedy Reru hadir dengan lukisan berseri tentang The Beatles. Salah satunya dalam karya " John Lennon&Friends #8"Made “Dollar’ Astawa menghadirkan sisi kelam pariwisata Sanur yang berdiri diatas fenomena obyektifikasi dan komodifikasi perempuan. Subyek perempuan dari pusat fantasi seksual dan menggantinya dengan citra buah-buahan tertentu yang berkonotasi erotis.





Erotisisme tidak lagi terisolasi pada tubuh perempuan, khususnya karakter fisik tertentu yang dianggap ideal dan membakar syahwat, namun muncul dari efek permainan tanda. Karya akrilik dalam kanvas berjudul “I Love This” yang menggambarkan wanita berpakaian dan berpose erotis sementara didekatnya ada sebuah pisang berwarna kuning adalah salah satu karya yang mewakili subyek perempuan dan citra buah-buahan itu.
Ada lagi Wayan Paramartha yang mempersoalkan identitas etnis Bali melalui ekspose citra fotografis perempuan Bali yang berperan penting melambungkan citra Bali sebagai surga eksotis dan erotis sejak dekade awal abad 20-an. Ada optimismes bahawa budaya Bali akan tetap lestari namun ada pula pesimisme budaya tradisional Bali tidak relevan lagi dengan kemajuan jaman.
Lukian berjudul " Menari Dalam Api" karya I Wayan Apel Hendrawan. Menghadirkan problem identitas budaya Bali yang selalu terkoyak agresi dari luar.
Maka melalui lukisan berjudul “Aku Didepan”, Wayan Paramartha menghadirkan persoalan emansipasi identitas etnis Bali yang perlu dipersenjatai dengan ilmu pengetahuan modern. Lukisan “Aku Didepan” menghadirkan lukisan penari Bali yang bertelanjang dengan menggenggam pistol.



Anggota lain, V. Dedy Reru dan Made Budy Adnyana justru melepaskan diri dari bayang-bayang identitas etnis maupun identitas nasional. Made Budi Adnyana menghadirkan konsistensi berkarya di jalur seni lukis abstrak—satu-satunya kelompok 10 Fine Art—melalui karya-kary bergaya kubisme analitis (model yang dikembangkan Georges Braque dan Lyonel Feininger.
Sementara V Dedy Reru adalah satu-satunya perupa non Bali anggota 10 Fine Art, yang menampilkan karya lukis yang menjelajahi  fenomena musik pop Barat khususunya grup legendaris The Beatles.Berbagai citraan pada kanvasnya diciptakan dengan perpaduan efek fotografis dan seni gambar (drawing). Figur-figur yang diciptakan memang tampak jelas namun juga menghantui (phantasmagoric), menghuni dunia-ambang diantara mimpi dan realitas; sebuah metafora visual tentang kekuatan halusiogenik budaya massa.


Karya-karya lukis yang dipamerkan kelompok 10 Fine Art, dimaknai oleh Arif Bagus Prasetyo adalah karya seni sejati yang berasal dari ekspresi yang otentik juga merupakan identitas kreatif personal unik: lahir dari rasa, karsa sert ahasta sendiri. (The Real Jogja/joe) Salah satu karya abstrak I Made Budiadyana berjudul "Potret Keluarga".
























BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan Seni Kontemporer dapat diartikan sebagai salah satu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi. Kontemporer itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini; jadi seni kontemporer adalah seni yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman sekarang. Lukisan kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui. Misalnya lukisan yang tidak lagi terikat pada Rennaissance. Begitu pula dengan tarian, lebih kreatif dan modern.
                Dan Dalam seni rupa Indonesia, istilah kontemporer muncul awal 70-an, ketika Gregorius Sidharta menggunakan istilah kontemporer untuk menamai pameran seni patung pada waktu itu. Suwarno Wisetrotomo, seorang pengamat seni rupa, berpendapat bahwa seni rupa kontemporer pada konsep dasar adalah upaya pembebasan dari kontrak-kontrak penilaian yang sudah baku atau mungkin dianggap usang.
B.SARAN
            Saran kami untuk penyajian makalah yang mencakup seni rupa kontemporer dimana seharusnya materi yang disajikan lebih lengkap ,namun hal tersebut dikarnakan kurangnya materi yang ada dimedia-media .dan semoga dengan adanya makalah ini kita dapat mengetahui segalah sesuatu yang ada didalam makalah ini .




DAFTAR PUSTAKA


1 komentar:

  1. ini linknya mati atau signal saya yang lagi soak kok gambarnya ga muncul ;-(

    ReplyDelete